Kupang, KontasMalaka.com-Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengecam keras kejahatan seksual yang dialami tujuh orang siswa sekolah dasar di Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Kami mengecam keras kejahatan seksual yang dialami 7 orang anak yang terjadi berkali-kali sejak November 2022 hingga 11 April 2023 di salah satu ruangan guru di sekolah di Ende”, demikian kecaman Ketua LPA NTT Veronika Ata, SH, MHum melalui rilis tertulisnya yang diterima KontasMalaka.com, Jumat (21/04/2023) siang.
Veronika Ata yang biasa disapa Tory ini mengaku sangat menyesalkan tindakan pelaku. Sebab, pelaku selayaknya melindungi anak-anak tersebut. Disebut-sebut sebagai pelaku adalah oknum seorang guru berinisial BB (26).
Menurut Tory, tindakan pelaku sangat menyakitkan dan memrihatinkan. Sebab, kasusnya terjadi bersamaan dengan semakin banyaknya regulasi dan di tengah perjuangan semua pihak menghentikan kejahatan seksual.
“Orang tidak memiliki kesadaran untuk mematuhi regulasi yang ada”, tegas Tory.
Secara kelembagaan, Tory yang saat ini menjabat Ketua LPA NTT, menyatakan :
Pertama, Mendukung Pihak Kepolisian-Polres Ende yang saat ini sudah menahan pelaku. Pelaku wajib diproses secara hukum dan dikenai pasal berlapis, mendapatkan hukuman maksimal atau seberat-beratnya agar memberikan rasa keadilan bagi korban maupun efek jera bagi pelaku;
Kedua. Seluruh Kepala sekolah baik SD, SMP, SMA/sederajat wajib menerapkan kebijakan safeguarding- kebijakan keamanan anak di sekolah agar semua pihak di lingkup sekolah tertib dalam berinteraksi dengan anak. Semua pihak harus menciptakan ruang dan kondisi aman bagi anak. Minimal di sekolah harus ada tata tertib bagi guru dan karyawan untuk melindungi anak dan tidak melakukan kekerasan pada anak;
Ketiga, Sekolah-sekolah wajib menerapkan Sekolah Ramah Anak. Sebab, sudah sejak beberapa tahun lalu, Pemerintah dan LSM menggalang Sekolah Ramah Anak. Hal ini penting agar semua komponen di sekolah berperilaku ramah Anak, menciptakan lingkungan aman dan nyaman bagi anak. Sudah ada beberapa Sekolah Ramah Anak yang patut dicontohi agar tidak terjadi kekerasan terutama kekerasan seksual;
Keempat, Anak-anak yang menjadi korban patut dilindungi terutama mendapatkan layanan psikologis dan didampingi agar mereka memperoleh kekuatan dan pemulihan. Negara wajib memberi perlindungan bagi korban terutama pemenuhan hak secara psikologis, sesuai amanat UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Sexual;
Kelima, Dinas PK Ende perlu mewajibkan sekolah-sekolah untuk menerapkan kebijakan Safeguarding dan menerapkan Sekolah Ramah Anak. Setiap Guru harus menandatangani komitmen untuk tidak melakukan kekerasan terutama kekerasan seksual pada anak.
Sanksi yang pantas bagi Pelaku, harus menerapan pasal berlapis terhadap pelaku, antara lain:
UU no. 35/ 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No.17/ 2016 tentang Penetapan PERPU No. 1/ 2016 yang mengatur tentang Pidana Tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik,
UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal 12 UU ini mengatur tentang Eksploitasi Seksual, dengan hukuman maksimum 15 tahun. Pasal 15 UU TPKS mengatur, “Pidana ditambah 1/3 jika dilakukan terhadap lebih dari satu orang”. Pidana tambahan lainnya adalah pengumuman identitas pelaku.
Keenam, Anak-anak yang menjadi korban harus didampingi secara hukum, psikologis, rohani maupun layanan kesehatan. Kasus kekerasan seksual tidak diperkenankan untuk restoratif justice. Wajib ditempuh jalur hukum. Hal ini diatur sangat jelas dalam UU Perlindungan Anak dan UU TPKS.
Kita lindungi anak-anak sebagai pemilik masa depan dan generasi penerus bangsa.
“Mari beri perlindungan bagi 7 anak yang menjadi korban, wajib proses hukum dan pelaku dijatuhi hukuman maksimal demi keadilan bagi korban”, demikian Tory. ***